SELAMAT DATANG DI BLOG RADIO TENGKORAK DAN TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN MOHON MAAF APABILA KOMENTAR2 ANDA PADA BLOG INI BELUM DIBALAS KARENA KESIBUKAN RUTINITAS, TAPI AKAN SAYA BALAS SATU PERSATU, MOHON SABAR YA...SALAM TERBAIK

Rabu, 24 Oktober 2012

ANTENNA & COAXIAL CABLE



Sumber artikel ini saya ambil dari postingannya Om Djoko Haryono di Facebook Group HOME BREW PROJECT (CB RADIO, ANTENNA, SWR, AUDIO, MICROPHONE, BOOSTER, etc)


ANTENNA & COAXIAL CABLE
By Djoko Haryono.

 

Tulisan ini adalah catatan pribadi Djoko Haryono & salah satu file dari beberapa file yang khusus membahas masalah2 seputar transmission line –terutama kabel coaxial- dan hubungannya dengan antenna. 

Adanya kata “antenna” dalam judul , itu hanya karena dalam 1 – 2 bagian kecil bahasannya , tidak bisa dihindari adanya hubungan yang erat antara kabel transmisi dengan antenna , namun mayoritas yang dibahas tetap hanya seputar saluran transmisi & masalahnya terkait langsung lainnya ( SWR , losses , cara penghitungan / pengukuran dsb ). 

Bahasan yg. lebih luas tentang antenna sudah dikelompokkan dalam file2 lain yang memang khusus membahas mengenai antenna. 
Juga “saluran transmisi” yang dimaksud disini hanya dibatasi sampai UHF saja. 

Saluran transmisi dalam file ini TIDAK MENCAKUP sampai ke wave guide ( saluran transmisi tanpa kabel , untuk spektrum frekuensi gelombang mikro / microwave ). 

Dibelakang nanti memang ada sub judul “Wave Guide” namun hanya berisi sedikit contoh penghitungan cut-off freq. dan 1-2 penjelasan ringkas dari beberapa bagian basic yang saya anggap sering untuk di ingat kembali. Tulisan selebihnya tentang wave guide dikumpulkan dalam file lain.

ADOPSI DARI “SPACE” KE “LAND” COMMUNICATION.
Ketika kita ingin mencoba banyak mendalami berbagai masalah saluran transmisi radio ( terutama kabel coaxial ), maka berbagai pengetahuan keradioan ruang angkasa ( space communication ) akan menjadi bidang yang sangat kaya membahas berbagai macam pengetahuan tentang hal itu. 


Lebih kompleksnya masalah2 dalam komunikasi “darat ke ruang angkasa” menimbulkan kebutuhan banyaknya dibahas berbagai teknik memparallel antenna , mengatur polarisasi pancaran / antenna , masalah phasing , penekanan rugi2 / losses yang besar , signal to noise ratio , interferensi , doppler , teknik pengarahan ( beaming ) & tracking antenna dsb.

Dengan demikian berbagai buku tentang komunikasi ruang angkasa ( dan atau satelit ) akan bisa lebih cepat memperkaya pemahaman kita tentang saluran transmisi & antenna.


Halaman 6-1 s/d hal. 6-26 buku “The satellite Experimenter’s handbook” / ARRL adalah bagian yang sangat menarik untuk berulang dipelajari ( catatan : bahasan tentang doppler shift , Faraday rotation dan cara menghitung / memprediksi signal level < Predicting signal level > terpisah dan adanya di halaman 10-1 s/d hal.10-10 ).


Kalau pada antenna ground plane dengan konfigurasi dasar ( basic ) dimana kawat2 radial / goudplanenya rata mendatar ( posisi horizontal ) input impedance atau radiation resistancenya yang 36.5 ohm atau sedikit dibawah itu , kondisi mismatch tsb. biasanya dengan mudah kita atasi dengan menekuk radial2 tsb. menjadi miring kebawah ( semakin besar sudutnya akan semakin naik / tinggi impedansinya , dan pada sudut diantara 30 s/d 45 derajat dari posisi awalnya yg horizontal , akan kita dapatkan nilai imput impedancenya menjadi 50 ohm sehingga bisa dihubungkan secara langsung ke coax ) , maka pada halaman 6-6 buku komunikasi satelit ini kita akan mengenali dampak penekukan antenna jenis lainnya terhadap input impedancenya , misalnya pada sebuah half wave dipole yang pada konfiguraasi aslinya ( horizontal ) memiliki impedansi di terminalnya sebesar 70 ohm , maka dengan menekuknya miring kebawah ( dengan apex diatas ) membentuk sudut 120 derajat impedansinya akan berubah menjadi 50 ohm. 


Demikian pula sebaliknya jika apex nya kita pindah kebawah dengan sudut yg. sama 129 derajat , input impedancenya juga akan kembali ke 50 ohm ( hal. 6-6 ). ¼ wavelength groundplane antenna dengan radiator yang dimiringkan ( tilted element ) bisa dilihat di hal. 6-10. dasar2 dari antenna turnstile ( horizontal polarization omni directional ) di hal. 6-21.

Cara membuat Lindenblad antenna , baik yg. putar kanan / RHCP maupun putar kiri ( LHCP ) dan cara menyusun phasing linesnya , ref.nya ada di hal. 6-19.
Antenna Quadrifilar Helix dan antenna TR Array baca ref.nya di hal. 6-19 s/d6-21.


KECEPATAN RAMBAT GELOMBANG
Kecepatan rambat gelombang elektromagnetik ( radio ) dan sinar diruangan hampa atau di udara adalah 299.792.800 meter/detik. Untuk tujuan kepraktisan , angka ini dibulatkan menjadi 300.000.000 meter/detik ( 3 x 108 m/dtk ) 186.000 mil/dtk.
a. Panjang gelombang ( lambda ) dalam meter = 300.000.000 / f ( Hz )
b. Panjang gelombang ( lambda ) dalam cm = 30.000 / f ( MHz )
( dalam praktek –khususnya pada VHF / UHF- menghitung untuk tujuan mendapatkan hasil yang langsung dalam cm akan meringkas hitungan. Untuk itu menggunakan rumus b. akan memberikan lebih banyak kepraktisan dan kecepatan.


BIASAKAN MEMERIKSA COAX SECARA BERKALA
Budayakan untuk memeriksa dan memastikan kondisi coax , baik sebelum pertama kali dipasang / dipergunakan , maupun secara berkala sesudah sebuah kabel transmisi dioperasikan.


PEMERIKSAAN COAX YANG PERLU DILAKUKAN.
1. Terutama ketika muncul gangguan pada performance antenna ( pancaran ), check terlebih dahulu kondisi & sambungan connector dikedua ujung kabel. Sebagian besar dari gangguan pada kabel coax bersumber dari koneksi atau solderan ang kurang baik , atau adanya hubung singkat. Kalau baik , barulah periksa kabelnya.


2. Periksa baik2 kondisi kabel yang sudah lama dipakai atau tua. Identifikasi kemungkinan adanya retak retak ( dimana air hujan & kelembaban akan masuk ) , jacket rusak atau terkikis, kabel tergencet , pipih / gepeng , patah , ada bagian inner yg putus didalam , kerusakan pada braid dsb.


3. Connector di disconnect pada kedua ujungnya. Pergunakan ohm/voltmeter. Pasang selector ke posisi range tertinggi dari ohm meter. Ukur resistansi diantara inner conductor dengan braid. Tahanannya harus terukur “tak terbatas”/infinity ( sangat tinggi ). Jika tahanannya terbaca hanya beberapa ratus atau beberapa ribu ohm , maka kabel perlu dicurigai , terutama –periksa dulu- adanya sumber2 gangguannya ada disalah satu ujung kabel. Bila connector sudah tidak baik , ganti dengan yg. baru. Kalau ada konduktor disalah satu ujung ( atau kedua ujung ) yg. tidak utuh / banyak yg. rusak , atau mengalami korosi ringan , buang bagian tersebut ( kabel dipendekkan sedikit dan koneksi connector diperbaiki ).
Bila korosi dikedua ujungnya berat , ganti saja kabel dengan kabel baru.


4. Kemudian pindah selector ohm meter ke skala dengan range terendah ( terkecil ). Ukur diantara kedua ujung kabel ( diantara sesama ujung inner yang berbeda , lalu diantara kedua ujung braid yang berbeda ). 


5. Tahanan diantara kedua ujung harus terukur “NEAR ZERO” alias KURANG ( atau DIBAWAH ) DARI 1 OHM.


6. Terakhir , pasanglah dummy load di “ujung terjauh” dari coax dan “ujung terdekat”nya dihubungkan ke TX melalui SWR meter. Coax yang baik akan menunjukkan tidak adanya ( = sangat kecilnya ) REVERSE , setelah terlebih dahulu pada posisi FORWARD , meter di set sampai jarum keposisi full reading.


7. Pada kondisi tsb. artinya SWR terbaca sebagai “Unity” ( = 1 : 1 ).
Kalau kabel lolos dari uji tsb. berarti kabel sudah OK dan siap untuk men”deliver” power dari TX secara effisient. Untuk dummy load baca di Chapter 14 dan SWR meter baca di Chapter 10 buku “The truth about CB antennas”.


ALAT2 UKUR YANG DIPERLUKAN
1. SWR & Power Meter
2. Field Strength Meter
3. Antenna Impedance Bridge
( pengoperasiannya membutuhkan bantuan sumber freq.dgn. power rendah –menghasilkan signal sekitar 5 W RMS- dari Grid Dip Meter ).

Catatan dibawah ini menjelaskan bagian keunggulan Antenna Impedance Bridge Palstar ZM-30 jika dibandingkan dengan merk / type lain ( MFJ-259B , MFJ-269 , Autek VA-1 maupun AEA-CIA ). 


..... Somewhere between 22 and 23MHz the reading jumped
to ‘2 +j2’ where it remained up to 30MHz. This is a reasonable
result, but it does show a typical limitation of these simple
microprocessor-based instruments: the results can appear to
jump suddenly between one small frequency step and the
next. Real-life antennas and most other kinds of test loads
simply don’t do that. The apparent impedance jumps are
almost always due to digital operations, caused by the limited
resolution of the 8-bit ADC and the 8-bit processor.

Because these jumps do not occur in the real world, there are
Programming techniques to smooth them out. The ZM-30 is
most of the way there, but there is room for further improve
ment – and unlike other instruments, the ZM-30 software can
be upgraded.



4. Voltage Sniffer dan / atau lampu TL 6 , 10 dan 20 watt ( untuk identifikasi voltage node menggunakan TL 6 watt , power TX = 10 watt dst ).
5. Grid Dip Meter
6. Oscilloscope diperlukan untuk analysing dan pengamatan PPI.
7. Noise Bridge

 
Seorang amateur radio berpengalaman , jika ia memiliki kesempatan untuk hanya bisa memilih 1 alat saja diantara Noise Bridge ataukah SWR meter, ia akan lebih memilih untuk memiliki sebuah noise bridge yang berkualitas baik. 


Tetapi kalau ia memiliki kesempatan untuk mendapatkan keduanya , barulah ia akan memilih untuk memiliki kedua alat tsb. 

Noise bridge adalah sebuah white noise generator dengan wide band amplifier. Alat ini akan menghasilkan high level noise yang akan terdengar diseluruh frekuensi kecuali tepat pada frekuensi dimana bridge dalam kondisi balance. 

Saat receiver di tune pada frekuensi resonan dari antenna yang sedang ditest dan reaktansi beban ( antenna ) di nol kan dengan tombol stelan yang ada, akan muncul posisi dip ( pada nada noise ) yang sangat tajam. Titik resonan itu tidak hanya ditandai dengan nada posisi dip namun juga terlihat presisi pada penunjukan S meter receiver.

Jadi noise bridge bisa dipakai untuk menemukan & atau mengoreksi frekuensi resonan dari antenna. Untuk trouble shooting & menemukan anomali atau kerusakan / gangguan pada antenna yang sudah lama digunakan , menemukan velocity factor sebuah saluran transmisi , menemukan panjang “half wavelength” dari coaxial dsb. ( selain dengan noise bridge , frek. resonansi juga bisa kita temukan menggunakan grid dip meter. 

Sayangnya kebanyakan grid dip meter skala frekuensinya tidak dikalibrasi secara cukup akurat ).

( Referensi tentang “Tuning and troubleshooting antennas” bisa dibaca dibuku “Antenna data reference manual” / Joseph J. Carr. K4IPV , halaman 251 – 256).
8.atau ) Multipurpose antenna tester. 

 
RADIATION RESISTANCE
Penjelasan paling sederhana ditemukan di “The Truth about CB antennas” hal. 34 – 40.
HUBUNGAN ANTARA DIAMETER KONDUKTOR LINE DENGAN NILAI INDUKTANSI & KAPASITANSINYA

 
Nilai induktive turun jika diameter konduktor diperbesar. Nilai kapasitansi turun jika jarak antar konduktor semakin saling dijauhkan , sehingga line dengan diameter konduktor yang besar dan jarak antar konduktor yang lebih rapat / dekat akan memiliki characteristic impedance yang rendah ( halaman 105 ). 

 
ATTENUATION & LOSSES
5 TINGKATAN ( KELAS ) PILIHAN COAX / CONCENTRIC CABLE.
Ref. : Baca buku “VHF gandbook for radio amateurs” hal.250 dan “The Truth About CB
Antennas” hal. 88
Catatan : Kabel double braid ( yg braidnya rapat dan ada juga yg masih dilapis dengan almunium foil dilapisan pertamanya. Selain lebih rapat bagi kebocoran signal , juga lebih tahan jika disolder ).

 
1. Terbaik , tetapi hanya dijual di toko khusus. Coax 50 ohm dengan losses terendah adalah type 9913.
( Buku “Principles of electronic communication systems” hal. 492.

2. Terbaik kedua / umum : Adalah coax dengan foam dielectric atau white foamy insulator terbuat dari bahan non contaminating umumnya bisa lebih panjang ( tahan lebih dari 15 tahun ) dibanding jenis contaminating dielectric maupun contaminating jacket ( yg. Sudah makin jarang tapi tetap perlu diwaspadai ). Jenis foamed adalah jenis low losses. Contoh : RG-8/U foam atau RG-8/U ( F ). Meski skrg kabel dgn contaminating jacket sudah jarang tapi tetap perlu dikenali / diwaspadai.

Dibuku “Two-metre Antenna Handbook / FC Judd G2BCX” halaman 122 foamex coax ditulis sebagai RG8AU Foamed. 50 ohm. Nominal velocity factor 0.75. Attenuation pd 144 MHz = 2 dB / 30.48 mtr. Max 800 watt pd. 144 MHz. outside diameter 0.405” ( 10.3 mm ).

Dan RG17U 52 ohm. Tidak ada tulisan foamed , tapi attenuation malah hanya 1.00 dB / 30.48 pada 144 MHz KARENA DIAMETER KABELNYA BESAR. Velocity factor 0.659 2300 watt pd. 144 MHz. Diameter 0.87” ( 22.1 mm )

 
Foamed coax ditandai dengan huruf ( F ) dibelakangnya atau
bisa juga dengan ditandai tulisan foam di jacketnya , memiliki
attenuation sekitar 2.4 dB / 30.48 meter untuk freq. 165 MHz
( lihat buku VHF handbook for radio amateurs hal.
250 ) untuk kabel dengan diameter besar atau RG-58 ( F )
dengan attenuation sekitar 4.7 dB / 30.48 meter untuk freq.
165 MHz , untuk kabel berdiameter kecil.

 
3. ( Ke 3 terbaik ) adalah solid coax. Contoh dari kabel jenis ini adalah RG-8/U untuk yg berdiameter besar dan RG-58/U untuk yang berdiameter kecil.

4. Pilihan ke 4 ( terburuk ) adalah merk / jenis kabel yang tidak jelas produsennya atau used cable yang meragukan ondisinya.
Sama buruknya adalah kabel2 surplus US Army RG-8/U lama dan RG-58/U lama , kabel surplus US Army yg memiliki materi al yg buruk ( inner dielectric nya terbuat dari contaminating material yg mudah memperpendek umur kabel , dan braidnya mudah berkarat karena jacket ( outer insulatornya ) juga mengandung impurities material yg membuat braidnya mudah berkarat.
Unity = 1 : 1
RG = Radio Guide
U = Utility
1 ft = 30,48 cm
100 ft = 30,48 meter


COAX DIAMETER BESAR
Tabel lengkap baca di buku/copy “HF antennas for all locations” nya YB1PP. hal.48
RG-213/U 50 ohm. Velocity factor 0.66. diameter 0.410”. Non contaminating jacket. Attenuation pada 27 MHz = 1 dB / 30,48 meter ( 100 feet ). Attenuation pada 100 MHz = 1.9 dB dan pada 1000 MHz 8 dB / 30,48 meter.
RG-8A/U 52 ohm Velocity factor 0.659 diameter 0.415”. Non contaminating jacket. Attenuation pada 27 MHz = 1 dB / 30,48 meter ( 100 feet ). Attenuation pada 100 MHz = 2 dB / 30,48 meter dan pada 1000 MHz 8 dB / 30.48 meter
RG-8/U 52 ohm diameter 0.405”. Contaminating jacket. Attenuation pada 27 MHz = 1 dB / 30.48 meter ( 100 feet ). Attenuation pada 144 MHz = ….. ?
HABIA RG-214 (LS0H ). Silver plated copper ( inner & braid conductor )
50 +/- 2 ohm. Velocity factor 0.66. Attenuation pada 100 MHz = 6 dB. 200 MHz = 9 dB / 30,48 meter.
HABIA 214 ( T ). Tin plated copper ( inner & braid conductor ).Velocity factor 0.66. Attenuation pada 100 MHz = 6 dB. 200 MHz = 9 dB / 30,48 meter.

COAX DIAMETER KECIL
RG-58/U 53.5 ohm. Velocity factor 0.659. diameter 0,195”. Contaminating jacket. Attenuation pada 27 MHz – 1.9 dB / 30.48 meter ( 100 feet ). Attenuation pada 100 MHz = 2.4 dB / 30.48 meter dan pada 1000 MHz = 8,8 dB / 30,48 meter.
RG-58A/U 50 ohm. Velocity factor 0.659. Diameter 0.195”. Tinned Copper Conductor. Attenuation pada 27 MHz = 1.9 dB / 30,48 meter ( 100 feet ). Attenuation pada 100 MHz = 4,65 dB/30,48 meter. pada 1000 MHz = 17,5 dB / 30,48 meter
RG-58C/U 50 ohm. Velocity factor 0,659. Diameter 0.195”. Tinned Copper Conductor. Attenuation pada 27 MHz = 1.9 dB / 30,48 meter ( 100 feet ). Attenuation pada 100 MHz = 4.9 dB / 30,48 meter dan pada 1000 MHz = 24 dB / 30.48 meter.
( identik dengan RG-58A/U )

 
Baca juga buku :
“HF antennas for all locations” hal. 48 , buku “Electronic applications of the Smith Chart” : Attenuation hal. 3 , SWR hal. 5 , Waveguide impedance & admittance matching hal. 97 -112 , hal 1 s/d 42
Baca juga buku “Antenna Data Reference Manual” / ex. YB1 DRE : Antenna Transmis sion line & SWR hal. 181 – 188 , hal. 223 – 229 , Thermocouple RF ampere meter hal. 234 , Dummy load hal. 235 , Antenna impedance bridge & noise bridge hal. 240 – 246.
Baca juga buku “Principles of electronic communication systems” ( Louis E. Frenzel Jr ):
Transmission line basic hal 481 , Standing waves hal 494 , Transmission lines as circuit elements hal 503 , The Smith chart hal 508
Baca juga buku “The truth about CB antennas” hal. 87 – 101.

 
MENEMUKAN ATTENUATION KABEL
Terkadang kita tidak memiliki data lengkap atas spesifikasi suatu kabel. Untuk mengetahui tingkat attenuation kabel ( cable loss ) tsb. kita bisa melakukannya dengan cara sbb. :

 
a. Hubungkan SWR meter ke output TX melalui kabel jumper. Hubungkan coax yang akan diukur ke SWR meter dan pasang dummy load ( yang baik kualitasnya ) ke ujung terjauh dari coax. SWR meter pada posisi untuk pengukuran FORWARD power. Hidupkan TX dan pastikan bahwa SWR meter menunjukkan unity ( 1 : 1 ). Catat berapa watt output power. Ini adalah P1 atau power yang masuk ( input ) ke coax. Lalu matikan TX. Pindah SWR meter ke ujung terjauh coax dan selectornya tetap keposisi FORWARD. Pindah dummy load & pasang langsung di output SWR meter. Kabel “terdekat” / input coax dihubungkan langsung ke output antenna TX. Hidupkan coax tanpa merubah stelan2 nya. Catat besarnya power yang terbaca di SWR meter. Ini adalah besarnya P2 atau power yang “nyampai” / diterima diujung terjauh ( output ) coax.
P1 – P2 menunjukkan total losses dari kabel.

Losses dari kabel 10 log10 P2/P1.

Jika P1 = 10 watt dan P2 terbaca 9 watt , maka 10 log10 9/10 = 0.457 dB.
Mungkin angka yg. ditemukan ini sudah memenuhi kebutuhan yg. ingin kita ketahui. Namun kalau misalnya kita ingin mengetahui karaktewristik attenuation per 100 ft ( = 30.48 meter ) nya , maka karena ini adalah total loss dari keseluruhan panjang kabel, maka dengan memperhitungkan panjang real yang kita pergunakan , kita bisa menghitung losses / attenuationnya ( untuk frekuensi tersebut ) per 100 ft nya. 

 
b. Cara kedua hanya perlu sekali menghidupkan TX. Cara ini dipakai pada TX yang sudah dilengkapi dengan Output Power Meter. SWR meter external dipasang di ujung jauh dari coax dan pada posisi forward. Dummy load dipasang pada output SWR meter. Input coax dihubungkan langsung ke ouput antenna TX Cara mengukur sama dengan cara a. namun P1 nya dibaca dari meter yang ada di TX dan P2 nya dibaca dari SWR meter. Cara menghitung attenuation per 100 ft nya juga sama dengan cara di a. karakteristik tsb. hanya berlaku untuk frek. kerja saat itu. Untuk frek/band yang lain attenuationnya akan berbeda/ Makin tinggi frek. makin besar juga cable loss.
c. PEDOMAN. Setiap 3 dB losses berarti kita telah kehilangan 50% dari power yang dikeluarkan TX kita. Kalau cable loss sampai 6 dB , berarti power anda / kita tinggal 25% nya saja yang berhasil mencapai antenna.
MENGHITUNG ATTENUATION LOSS , SWR , REFLECTION COEFFICIENT & BESARNYA BEBAN RESISTIVE.
Tergantung dari ( besarnya ) nilai apa yang sudah kita ketahui ( apakah hasil pengukuran E max & E min , atau I max dan I min dsb. ) , kita memiliki sekurang kurangnya 6 cara untuk menghitung dan menemukan nilai SWR antara saluran transmisi & antenna :
1. SWR = E max / E min.
2. SWR = I max / I min.
3. SWR = Zl / Zo ( jika nilai Zo lebih kecil dari Zl )
4. SWR = Zo / Zl ( jika nilai Zo lebih besar dari Zl )
5. SWR = ( Ef / Er ) / ( Rf – Er )
6. SWR = (1 + akar Pr/Pf ) / ( 1 – akar Pr/Pf )
( detail ada di hal. 227 buku Antenna data Reference Manual / Josep J.Carr / K4IPV ).

 
Berikut ini contoh soal dari hal. 501 :
Sebuah saluran transmisi menggunakan coax RG-11/U memiliki max. voltage standing wave 52 volt dan min. voltagenya 17 volt. Berapakah :
a. Nilai SWR nya ?
b. Reflection Coefficientnya ?
c. Berapa nilai beban resistivenya ?

 
Jawab :
a. SWR = Vmax / Vmin = 52 / 17 = 3.05
b. rho = ( Vmax – Vmin ) / ( Vmax + Vmin ) = (52-17)/(52+17) =35/69 = 0.51
atau dengan cara lain
SWR = ( 1+rho ) / ( 1-rho ) ; jadi rho = ( SWR-1 ) / ( SWR +1 ) = 2.05 / 4.05 = 0.51
c. SWR = 3.05 Zo =75 ohm ---> SWR = Zl/Zo = Zo/Zl
Zl = Zo ( SWR ) = 75 ( 3.05 ) = 228.75 ohm
atau Zl = Zo / SWR = 75/3.05 = 24.59 ohm.

 
Berikut ini contoh lain :
Sebuah cooax RG-58A/U panjangnya 165 ft. dipakai untuk menghubungkan TX ke antenna. TX bekerja pada frek. 100 MHz. Attenuation pada 100 MHz adalah 5.3 dB setiap 100 ft ( 30.48 meter ) panjang kabel.
Jika input power pada coax ( = output TX ) adalah 100 watt , berapakah :
a. Total attenuation ?
b. besarnya daya ( output power ) yang berhasil mencapai antenna ?

 
Jawab :
a. Attenuation kabel = 5.3 dB / 100 ft = 0.053 dB / feet
Jadi total penurunan / kehilangan daya ( attenuation ) = 0.053 x 165 = 8.745 dB ( atau terjadi / mengalami minus 8.745 dB ).
b. dB = 10 log Pout / P in
Pout / Pin = log -1 dB/10 --> Pout = Pin ( log-1 dB/10 )
Pout = 100 log-1 (-8.745 /10 ) = 100 log-1 (-0.8745 )
= 100 ( 0.1335 ) = 13.35 Watt.

Jadi pada kondisi ini , dari power 100 watt yang keluar dari TX , yang akan sampai ke antenna hanya sebesar 13.35 Watt saja. Sebagian besar power hilang di coax.

( pelajari juga referensi2 lain di halaman 492 s/d 508 ).

KABEL DENGAN HIGH LOSS MENIMBULKAN BACAAN SWR LEBIH RENDAH DARI YANG SEBENARNYA !!
AWAS , JANGAN MAU DITIPU OLEH SWR METER !! Jangan terburu-buru senang jika SWR meter anda menunjukkan hasil pengukuran angka SWR yang rendah. Karena SWR yang rendah, selain bisa dihasilkan dari penyetelan matching yang baik/benar , juga penbunjukan SWR rendah itu bisa saja merupakan penunjukan yang menipu. Penunjukan semu SWR rendah juga bisa muncul akibat :

a. Kabel coax memiliki losses yang tinggi. Losses yang tinggi pada kabel akan lebih banyak menyerap gelombang radio ( baik yg kearah forward maupun reflected ). Jika pada kondisi ini kebetulan terjadi mismatch pada antenna , maka power pantulan akibat mismatch yg berbalik menuju TX itu ( yg seharusnya akan “dibaca” oleh SWR meter ) akan banyak hilang terserap coax yang memiliki losses tinggi ). Akibatnya SWR membaca “masukan” yang salah sehingga SWR akan menunjukkan nilai SWR yang rendah ( yg sebenarnya masih tinggi ). 

 
b. Terjadi akibat transformasi impedansi sepanjang kabel ( ini terjadi bila impedansi beban / antenna masih dalam keadaan reactive ( masih ada komponen inductive atau capacitive ). 

 
JADI , PAKAI SOLID ATAU FOAMED DIELECTRIC ?
1. Pakailah solid dielectric coax untuk kebanyakan kegiatan / station anda , baik untuk repeater , fixed/base station , apalagi untuk mobile atau “moving” repeater. Namun pilihlah coax berdiameter besar ( RG-8 diameter’s size , bukan kabel ukuran RG-8 ) dan pilihlah yg. Attenuationnya rendah , kecuali untuk mobile station lebih praktis memakai diameter kecil.

Untuk fixed station dengan tower tinggi yang menginginkan low losses , pakailah coax dengan diameter yg lebih besar lagi ( sekitar 1” ) dengan solid dielectric.

2. Pakailah Foamed dielectric HANYA untuk very long run ( tower sangat tinggi ) namun itupun harus dilakukan dgn sangat hati2 yaitu :

a. Jangan pakai used cable. Harus beli baru dan cable dihandle dengan baik ditokonya ( kelos/core nya rapi , tidak ada bending dsb ).

 
b. Pasang cable keatas tiang dgn. Hati2. Jangan sampai ada bending , tergencet dsb. Ikat pakai cable tie plastic lebar tiap jarak tertentu tanpa over pressure.

 
c. Waspadai masuknya humidity. Pemasangan connector rapi rapat dan tidak dialiri air. Beri silicon grease dirangkap insulation tape berkualitas tinggi. Tempatkan cable di tower “bukan pada sisi yg, panas terik, namun kalau bisa yg terlindung”.

AWAS ! : Foamed coax yg. lembab , attenuationnya akan naik. Juga nilai velocity factornya berubah. Kabel yang sudah dipakai lama juga mudah panas. ( Referensi : Buku “Radio handbook / Will. I. Orr. Halaman 25.17 ).
VELOCITY FACTOR
Pada hampir semua jenis ( bahan isolator antara inner & outer conductor ) saluran concentric / coax maupun ¼ lambda transformer , nilai velocity factornya terletak diantara 0,50 s/d 0,975.
Velocity factor ditentukan oleh nilai konstanta bahan dielectric yang digunakan –baca buku “Principles of electronic communication systems”-. 

 
1. Parallel Wire Line V = 0.975 ( lihat referensi pada referensi cara pembuatan impedance transformer ¼ lambda dibuku “VHF handbook for radio amateurs” , kalau kita hitung balik dari rumus panjang ¼ lambdanya dalam cm yang = 7315 : freq. MHz ) maka velocity factornya berarti 0,975 ).Referensi lain di “The radio Amateur’s handbook / ARRL 1941” hal. 327 dan dari buku ( copy ) “Antenna data Reference manual” / YB1DRE hal 224.
2. Open Feeder ( ladder dsb ) = 0.80 – 0.83
3. 300 ohm twinlead = 0.81 – 0.82
4. Parallel Tubing Line V = 0.95
5. Air insulated Concentric Line or ¼ lambda air insulated ( tubing ) transformer. V = 0.85

Jadi membuat ¼ lambda transformer air insulated , kalau mengikuti “The Radio Amateur’s handbook/1941” hal. 327 rumus panjangnya
246 x V 7498 x 0.85 6373.3
Length ( feet ) = ------------- atau dalam ( cm ) = --------------- = ----------- cm
F ( Mhz ) f ( MHz ) f ( MHz )

 
6. Concentric Line / Coax , rubber insulated V= 0.56 – 0.65
7. Concentric Line / Coax , solid / Polyurethane insulated V = 0.659 – 0.66
8. Concentric Line / Coax , foamed insulation V = 0.80
9. Twisted Pair V = 0.56 – 0.65

 
Kemudian dari buku “VHF handbook for radio amateurs” hal. 252 , untuk coax dengan media “full udara” , velocity factornya adalah 0,975 ( bisa diketahui dari rumus panjang ¼ lambda nya dalam cm = 7315 : freq. MHz ).

 
HATI2 MENENTUKAN DIAMETER TUBE UNTUK TRANSFORMER
- Diameter besar ( misalnya tube 1” ) akan menghasilkan Q factor tinggi dan akibatnya bandwidth akan sempit ( cocok untuk repeater atau TX single freq. ).
- Diameter makin kecil akan makin menurunkan Q factor. B/W akan makin lebar.
- Untuk praktisnya pakai saja tube dengan diameter yg sama dgn. line yang dipakai ( RG-8 atau RG-58 ) , kecuali untuk repeater , boleh membuat yg. Lebih besar diameternya –misalnya sampai 1” untuk mempermudah pembuatannya-. 

 
MERANCANG DAN MENENTUKAN IMPEDANSI LINEAR MATCHING ( CONCENTRIC , AIR SPACED ) TRANSFORMER .
SINGLE TUBE ( ¼ LAMBDA )
1. Pilih ( tentukan ) dulu diameter tube yg akan dijadikan outer cconductor sesuai Q-factor yg diinginkan. Makin besar makan Q factor min tinggi ( bandwidth makin sempit ).

2. Baru tentukan diameter inner conductor dengan rumus

D1
Zo = 138 log10 ------ ohm
D2

dimana D1 = diameter besar ( = inner diam. dari outer tube )
D2 = diameter kecil ( = outer diam. dari inner conductor )

 
Panjang ( cm ) = 7315 : f ( MHz )
Catatan : baca juga tabel dibuku putih “HF antennas for all
locations” hal. 37 dan VHF handbook hal. 252.
DOUBLE TUBES ( BALANCED )
Zo ( ohm ) = akar ( Z1 x Z2 )

 
Kepastian panjangnya : pakai slot , lalu stel dengan
digeser. VHF Handbook hal. 252.

 
HIGHEST EFFICIENCY BALANCE TO UNBALANCE LINEAR
TRANSFORMER.
Jenis dengan effisiensi tertinggi ini memerlukan proses
pelapisan perak ( silver plated ) untuk mendapat maximum
conductivity ( dan anti corrotion untuk pemasangan di
outdoor. Harus terpasang vertical.
Zo ( ohm ) = akar ( Z1 x Z2 )
Panjang ( cm ) = 7315 : f ( Mhz )
VHF Handbook hal. 255

 
TWO CONDUCTORS BALUN
Zo ( ohm ) = akar ( Z1 x Z2 )
Separator : ½ ketebalan.
Panjang ( cm ) = 7112 : f ( MHz ).
VHF Handbook hal. 254
½ LAMBDA 4 : 1 BALUN
Zo ( ohm ) = akar ( Z1 x Z2 )
Panjang ( cm ) = 9753 : f ( Mhz )
VHF Handbook hal. 254 

 
LADDER , BALANCED ( Untuk transmission line , bukan
transformer )
Zo ( ohm ) = 276 log10 ( 2.S / d )
dimana S = jarak “centre to centre” antar ke 2 konduktor
dlm. mm.
d = diameter konduktor dalam mm.
“Q SECTION” ( = ¼ LAMBDA MATCHING TRANSFORMER )
Untuk VHF & UHF , membuat matching transformer yang akan “langsung pas” akurat adalah mudah , yaitu dengan membuat Q Section berupa sebuah transformer concentric ¼ lambda.

 
Q section ¼ lambda akan langsung pas karena kalau impedansi beban ( antennanya ) masih bersifat inductive reactance , maka penyisipan ¼ lambda ( dengan “ohm” yg tepat ) akan identik dengan menambahkan beban kapasitip. Sedang bagi beban dengan reaktansi kapasitip , penambahan ¼ lamba akan identik dengan menambahkan beban induktif.

Untuk menentukan ukuran diameter outer & inner conductor , pakai rumus yang ada diatas , “Merancang ( menentukan ) impedansi transformer ( air space concentric transformer )”.

Rumus Impedansi dari Q section Z = akar ( Zi x Zo ) ohm
dimana Zi = Impedansi antenna ( input )
Zo = Impedansi coax ( output )
Rumus panjang transformer
246 x V
L = ----------------- feet
Freq.( MHz )

dimana V = Velocity factor.
Contoh : Jika transformer dibuat dari coax RG-11/U maka
V = 0.66

 
Jika transformer dibuat dari tube ( almunium , tembaga
dsb ) maka V = 0.85 ( setelah jadi dicheck lagi dgn
percobaan , sampai ditemukan SWR = 1 : 1 yg artinya
panjang ¼ lambda electricnya sudah tepat / kepastian
velocity factor ditemukan ).

CURRENT PROBE
Bagaimana membuat alat pengukur arus sepanjang line , lihat buku putih “HF antennas for all locations” halaman 237.

MATCHED LINE
Line pada system dimana impedansi antenna tidak match dengan karakteristik impedansi linenya , disebut Resonance Line.
Pada matched line , dimana impedansi beban ( antenna ) sama dengan karakteristik impedansi dari line , maka voltage -maupun arus- akan konstan besarnya sepanjang line , tanpa dipengaruhi besarnya line losses. Kondisi aliran voltage & arus disini disebut sebagai / membentuk “TRAVELING WAVE”.

Konstannya V rms ( maupun arus ) ini bisa diukur sepanjang line. Tidak akan terjadi transformasi impedansi. Artinya penunjukan SWR meter “di ujung bawah coax” akan sama dengan penujukan SWR meter “di ujung atas coax”.
Tetapi sebaliknya, pada unmatched line , tegangan dan arus sepanjang line akan “tinggi rendah” / tidak konstan ( tegangan akan max. pada titik2 dimana arus max. dan min. pada titik2 dimana arus min. ). Akan terjadi transformasi impedansi yang besarnya bervariasi & berulang-ulang tergantung dari posisinya pada line ( pada “panjang gelombang panjang gelombang tertentu” jika diukur dari terminal antenna ). Kondisi pada line yang unmatched ini disebut sebagai / membentuk “STANDING WAVE”.

( diagramnya lihat dibuku “Two-Metre Antenna Handbook” / FC Judd G2BCX halaman 106 – 107 ).

Untuk melihat dimana letak titik2 max. voltage bisa dipakai lampu neon / TL 6 watt dengan power TX minimum 10 watt. Kalau TL tidak mau nyala , gosok dulu dengan kain kering.
Atau pakai RF Sniffer ( rangkaiannya ada dibuku “2 metre antenna handbook / FC Judd hal. 136 ).

STUB & SLUG
STUB : adalah “sepotong coax” ( umumnya yang memiliki impedansi karakteristik sama dengan coax saluran utama dari TX ke antenna ) dengan panjang tertentu yang sesuai , dan dihubungkan secara shunt ke coax utama menggunakan terminal T pada salah satu dari sejumlah titik2 lokasi yang tepat dimanapun sepanjang coax , dengan salah satu ujungnya “tergantung” sebagai usus buntu / appendix ( stub disebut juga “building out section” ) , untuk merubah kondisi unmatched di terminal antenna menjadi matched.


Jenis2 stub menurut terminasi “far end”nya : a. Open stub. B. Closed ( shorted ) stub.

Menurut jumlah pemasangannya : a. Single stub. b. Double stub. c. Multiple stub. Single stub memiliki bandwidth sempit. Double stub memiliki bandwidth lebih lebar ( terbatas ). Bandwidth semakin lebar bisa dicapai dengan semakin banyak ( multiple ) stub.
Prinsip Stub juga dipakai pada “Microwave Plumbing”. Slide Screw Tuner yang terpasang pada wave guide ( “terowongan gelombang” / saluran ) microwave menggunakan prinsip2 stub.

SLUG : adalah matching line tambahan dengan panjang tertentu dan memiliki impedansi tertentu , yang disisipkan pada satu ( atau beberapa ) titik diantara titik2 lokasi yang tepat sepanjang line / coax utama untuk merubah kondisi unmatched pada terminal antenna menjadi matched. Karena pemasangannya disisipkan secara seri maka akan terbentuk kontinuitas dari saluran transmisi. Slug memiliki susceptance yang sama besarnya ( tetapi berlawanan sifat –induktive atau kapasitif- nya ) dengan susceptance yang dihasilkan pada terminal antenna / input ).

Stub & Slug ini bisa dibaca lebih detil penjelasannya dari buku “Electronic applications of the Smith Chart” halaman 98 dst.
CONTOH MENGHITUNG STUB UNTUK MATCHING
Dari hal. 99 buku “Electronic applications of the Smith Chart”.
1.SWR = 4 : 1
Gambarlah lingkaran dgn radius SWR = 4 yg. berpusat pd. kordinat pusat chart.


2.Gambarlah 2 garis radial yg. masing2 memotong lingkaran G/Yo = 1.0
Tempatkan / tambahkan gambar dimaksud kesini
Contoh : 0.176 lambda di A dan 0.324 lambda di B ( toward generator ) dari titik E max. Inilah 2 lokasi dimana matching stub bisa diletakkan. ( ? )

3.garis perpotongan radial lines dgn. susceptance circle ( dimana mereka memotong lingkaran unit conductance , dan lalu diikuti melengkung keluar menuju skala lambda / skala bag. dalam ) yaitu = 0.344 di A dan 0.156 di B.
Inilah 2 lokasi dimana open circuit stub boleh dipasang. ( ? )

4.Jika yang diinginkan untuk dipasang adalah closed/shorted circuit stub , maka tambahkan ¼ lamdba ke angka2 “open stub” tadi untuk menemukan berapakah seharusnya panjang dari shorted stub tsb. :

a. 0.344 +/- 0.25 lambda = 0.094 atau 0.594 lambda di A , atau
b. 0.156 +/- 0.25 lambda = -0.094 atau 0.406 lambda di B.

Pada contoh diatas ditemukan 4 kemungkinan ukuran panjang shorted stub , tetapi karena salah satu diantaranya memiliki nilai negatip ( - 0.094 lambda ) yang tidak mungkin bisa dibuat , maka nilai tsb.bisa diabaikan.

5. PENTING
a. Disarankan untuk memilih memakai open stub saja , sebab lebih ndek stub akan menghasilkan bandwidth yg lebih lebar. ( check lagi ! )
b. Untuk menentukan lokasi stub , startnya selalu dari titik E max dan kearah / toward generator.
c. Check lagi kepastiannya : “Jika beban reactive , E max. ( maupun I max. ) TIDAK TERLETAK PERSIS DI TERMINAL ANTENNA tetapi dititik lain pada coax. Hanya bila beban/antenna sudah dalam kondisi matching saja maka tepat pada terminal antenna E akan min dan I akan max.” ( pelajari lagi dari halaman 25.9 buku “Radio handbook 22nd edition / William I. Orr.” ).

LINE RF CHOKE
RF choke bisa dibuat secara simpel dengan membuat beberapa gulungan dari kabel coax yang dipakai , dibagian didekat antenna. Fungsi dari line rf choke antara lain :

1.Mencegah adanya energy rf yang mengalir ( bocor ) melalui konduktor luar ( braid ) coax. Jika rf choke tidak dibuat , kebocoran bisa terjadi baik pada arah forward maupun reverse. RF harus dijaga agar hanya merambat melalui inner conductor.

2.Adalah baik bila rf choke dirangkai baik pada antenna vertical omnidirectional ( contoh : pada cobra antenna hal. 156 ) maupun pada antenna horizontal / directional , namun pemasangannya pada jenis antenna directional ( beam ) , apalagi pada sejumlah antenna yang di stacked / parallel , akan menjadi semakin penting.

3.Menjaga agar polar pattern dan technical characteristic antenna tidak terganggu ( berubah ) , misalnya memburuknya front to back ratio , timbulnya imbalance atau cacatnya pattern dsb., yang itu sering terjadi akibat line atau sebagian dari line beraksi sebagai bagian dari antenna ( berubah fungsi menjadi reflector liar dsb ).

4.Pada aplikasi dari 27 MHz sampai ke VHF & UHF , rf choke umumnya bisa dibangun pada coax utama pada jarak sekitar ¼ lambda dari terminal antenna.
pada 27 MHz choke dibuat dengan membuat gulungan ( 2 – 3 gulungan ) coax pada ( melingkari lubang ) sebuah ferrite. Untuk coax kecil ( RG-58/U ) diameter tiap gulungan/coil 2 sampai 4” , dan kalau yg. dipakai coax besar ( RG-8/U ) diameter gulungan perlu lebih besar disesuaikan dengan kekakuan coax. Diameter tsb. tidak kritis. Eratkan ferrite menggunakan tape agar tidak ber-ayun2 jika angin kencang yg. bisa menyebabkan ferrite pecah terbentur tiang. Buatlah jalur coax menjauh dari terminal antenna dengan cara yang benar ( tidak ada bagian coax disekitar antenna yang terpasang atau terjuntai yang arahnya sejajar dengan elemen antenna ). Ref.Hal. 194.

LINE FILTER
Untuk meningkatkan sensitivity , mengurangi “noise” dari harmonic dan spurious yang tertangkap / melalui coax. Baca juga tulisan2 mengenai “Common Mode Current” dari berbagai sumber.
Kutip tulisan2 utama dari buku VHF handbook for radio amateurs halaman 165 -169.

VOLTAGE MAXIMA POINT PADA ANTENNA
Tanpa dipengaruhi berapa panjang antenna ( = tanpa peduli apakah pemotongan radiator kepanjangan atau terlalu pendek ) , voltage maksimum SELALU menempati ( mengambil tempat ) diujung terluar dari radiator ( konduktor ) antenna , dan disitu juga akan kita kenali sebagai titik arus minimal ( halaman 40 ).

Dengan demikian , untuk menemukan titik lokasi dimana voltage minimum berada ( atau arus max. ) , maka kita tinggal “mundur” ¼ lambda dari ujung luar antenna , kearah feed point. Disanalah letak titik tegangan terendah.

Tegangan terendah ( dan arus tertinggi ) SERINGKALI –tetapi tidak selalu- berada tepat pada feed point atau terminal input antenna. Pada panjang antenna tertentu , tegangan yang terjadi pada feed pointnya bisa saja bukan tegangan minimum ( atau bukan arus maximum ) yang muncul. Energy tidak selalu dicatukan ke antenna pada titik dimana tegangan minimum dan arus maximum.

CURRENT MINIMA FINDER UNTUK LINES
Untuk mencari titik2 arus minimal pada saluran open wire , cukup digunakan peralatan sederhana berupa rangkaian small pick-up loop yang diseri dengan rectifier dan meter.
Pegang / arahkan pick-up loop kedekat open wire feeder dan jalan / telusuri feeder dengan jarak ke loop yang konstan. Dengan alat ini akan didapat gambaran dari posisi posisi current minima dan “distribusi SWR” yg. terbangkitkan ( “HF antennas for all locations” halaman 57 ).
TIME DELAY
Jika transmission line ( coax , twisted pairs dsb ) dipakai untuk kabel jaringan Local Area Network / LAN , maka perlu diketahui berapa batas panjang max. suatu jenis kabel tertentu yang diijinkan , yang itu sangat tergantung / ditentukan oleh berapa time delay kabel tsb. Masalah time delay / transmit time dibahas diantara hal. 480 – 519 buku “Principles of electronic communication systems”-.
Halaman2 tsb. juga tempat bahasan detil tentang stripline & microstrip , balanced / unbalanced , characteristic impedance , velocity factor, TL specifications , relation between reflection & SWR , shorted line , matched line , mismatch / resonant line , dsb.

KEKUATAN FISIK:

INNER CONDUCTOR
Untuk kabel yg sering di pindah2 sebaiknya pilihlah yg inner conductornya STRANDED ( berserat banyak ) dan bukan solid copper wire.

CONNECTOR
PL-259. Meski disebut juga UHF connector tetap paling banyak dipakai untuk HF dan VHF karena praktis & murah. PL-259 ada yg. untuk kabel ukuran besar ( RG-8 ) atau kabel kecil ( RG-58 ). Namun ada juga PL-259 ukuran besar yg. bisa langsung dipakai untuk kabel kecil , dengan menambahkan / memasang reducernya. Sebenarnya connector jenis ini continuitynya kurang tinggi , kurang rapat dan kurang stabil untuk dipakai di VHF apalagi UHF. SO-239 adalah socket female pasangannya. Ada juga sambungan T maupun barrel connector ( PL-259 to PL-259 ) nya.
N connector ( yang lebih kompleks ) jauh lebih stabil , bagus dan memiliki stabilitas impedansi maupun fisik dibanding PL-259.
Referensi buku “Principles of electronic communication systems” hal. 487.

DATA2 YANG DISEMBUNYIKAN
Produsen terkadang sengaja menyembunyikan suatu data teknis dari suatu produk yang dikeluarkannya untuk tujuan2 tertentu ( umumnya untuk mendapatkan keuntungan dari terbentuknya persepsi / opini yang keliru dari sementara konsumennya ). Salah satu contoh yang paling sering terjadi adalah trik sementara produsen yang hanya menuliskan nilai dB pada gain antenna produksinya dengan tanpa memperjelasnya dengan menuliskannya secara lebih spesifik ( dBi atau dBd ).

Jika ada usaha “penyesatan publik” semacam ini , kondisi “kebenaran”nya ( bagaimana sebenarnya / mana yang benar ) umumnya bisa lebih cepat diketahui jika seorang praktisi cukup banyak mempelajari ilmu2 dasar/basic dari bidang yang diamatinya.
Cara lain yang bisa saya sarankan adalah dengan mencoba mencari “data yg disembunyikan” itu pada berbagai “sumber2 yang lebih lama atau kuno”. Itu cukup sering terjadi , dimana pada berbagai literature baru kita tidak bisa menemukan data tsb. meskipun pada brosur2 atau artikel baru dari sebuah produk baru ( yang sebetulnya sudah lama ditemukan tetapi masih tetap bertahan popularitasnya sehingga produk baru tetap dibuat ). Mengapa cara ini terkadang cukup efektif ? Hal ini karena banyak kasus dimana suatu data pada awalnya pernah dipublikasikan , namun pada perkembangan selanjutnya –karena pertimbangan2 baru yang mungkin dianggap malah akan lebih menguntungkan- data itu tidak lagi dipublikasikan ke publik.

Contoh : Kalau kita mencari data tentang “Berapakah take off ( radiation angle” ) dari antenna vertical omnidirectional jenis V2 , maka kita akan sangat kesulitan menemukannya dari manual dalam doos antenna baru, dari brosur2 , buku2 maupun dengan browsing di internet. Data itu tersembunyi. Hampir bisa dipastikan semua data yang kita temukan hanya menyebutkan bahwa jenis antenna tsb. memiliki low radiation angle ( tapi “low”nya itu berapa derajat ? itulah yang disembunyikan ).

Namun kalau kita membongkar literatur2 “kuno” kita akan lebih mudah menemukannya. Pada banyak majalah QST yg. diterbitkan ARRL , khususnya edisi2 kunonya , kita akan tahu bahwa dahulu ada masanya dimana data tersebut pernah tidak disembunyikan. Satu contoh saja , dari QST edisi January 1983 halaman 125 kita bisa tahu bahwa antenna tsb. memiliki take off sekitar 5 derajat. Mungkin saja kalau data 5 derajat itu sekarang tidak disembunyikan , produsennya khawatir “jangan2” antenna lain yang memiliki take off kurang dari 5 derajat akan “merebut pasar” dari produknya.

MENGAPA PANCARAN VHF LEBIH JAUH DARI UHF ?
Mengapa pancaran VHF lebih jauh dibanding dengan UHF ?
Karena gelombang radio ( memang ) punya kemampuan / kecenderungan untuk merambat mengikuti lengkungan bumi , namun semakin tinggi frekuensi , semakin kecil / lemah kemampuannya mengikuti lengkung bumi tersebut. Makin tinggi frekuensi , pancaran akan semakin mendekati garis lurus.

SMITH CHART
Baca di :
1.“HF antennas for all locations” hal. 56 – 66 , 212 – 214 , 242 – 244.
2.Hal. 508 ( buku “Principles of electronic communication systems” ( Louis E. Frenzel Jr ).
Buku Smith Chart (“Electronic applications of the Smith Chart” ).

WAVE GUIDE
Wave guide adalah saluran transmisi untuk spektrum gelombang micro ( microwave ) yang meskipun tidak berupa kabel , tetapi fungsinya sama dengan kabel coaxial , yaitu menyalurkan gelombang elektro-magnetis dari TX ke antenna. Wave guide berbentuk semacam terowongan atau “ducting”, karena pada spektrum gelombang micro , penggunaan kabel coaxial justru akan menimbulkan losses yang luar biasa besar ( seluruh power akan habis / hilang dalam kabel ).
Frekuensi Microwave jika dibagi dalam 15 band.
L band 1 – 2 GHz
S band 2 – 4 GHz
( Perhatikan bahwa spektrum L band & S band
ini sebagian diantaranya mencakup &

overlapping dengan band UHF yang
berada diantara 300 s/d 3000 MHz )
C band 4 – 8 Ghz
X band 8 – 12 GHz
Ku band 12 – 18 GHz
K band 18 – 26.5 GHz
Ka band 26.5 – 40 GHz
Q band 30 – 50 GHz
U band 40 – 60 GHz
V band 50 – 75 GHz
E band 60 – 90 GHz
W band 75 – 110 GHz
F band 90 n- 140 GHz
D band 110 – 170 GHz
Submillimeter band > 300 GHz

 
Contoh soal :
1. Sebuah Q matching section ¼ lambda terbuat dari microstrip dirancang agar matching dengan source ( Tx ) 50 ohm dan load ( antenna ) dengan impedance 136 ohm pada frekuensi 5.8 GHz. Jika konstanta dielektrik dari PCB yang dipakai besarnya er = 2.4 

 
Hitunglah :
a. Impedansi microstrip yang dibutuhkan.
b. Panjang microstrip.

 
Jawab :
a. Zq = akar ( Z source x Z load ) = akar 50 ( 136 ) = 82.46 ohm.
b. lambda = 300/f MHz. 5.8 GHz = 5800 MHz.
lambda = 300 / 5800 = 0.0517 m
¼ lambda = 0.0517 / 4 = 0.012931 m
1 m = 39.37 inch;
¼ lambda = 0.012931 ( 39.37 ) = 0.51 inch.
Velocity of propagation = 1/ akar er = 1 / akar 2.4 = 0.645
Jadi panjang microstrip harus ( 0.51 inch ) ( 0.645 ) = 0.3286 inch.

2. Sebuah rectangular waveguide ( saluran transmisi dengan terowongan segi empat panjang ) memiliki lebar 0.65 inch dan tinggi 0.38 inch.
a. Berapakah cut-off frequencynya ?
b. Berapakah frekuensi operasi ( tipikal ) nya ?

 
Jawab :
a. 0.65 inch x 2.54 = 1.651 cm
1.651 / 100 = 0.01651 m
fco =300 /2a = 300 / 2 ( 0.01651 ) = 9085 MHz = 9.085 GHz
Jadi cut-off freq. dari saluran tsb. adalah pada 9.085 GHz.
b. fco = 0.7 f
f = fco / 0.7 = 1.42 fco
= 1.42 ( 9.085 ) = 12.98 GHZ atau/dan yang lebih tinggi.

 
Seperti sudah ditulis didepan bahwa tidak ada bahasan lebih detil seputar wave guide disini. Tulisan lain tentang wave guide , termasuk juga cavity resonator , circulator ( 3 port device untuk mengkopel energi ke 1 arah ) , isolator ( circulator yang memiliki 1 input dan 1 output ) dikumpulkan dalam file lain diluar tulisan ini.

 
TULISAN SALAH
Ada kesalahan ( tentang velocity factor ) dalam tulisan ( xperiment report ) berjudul “435 MC QRP 0.1” oleh Djoko Haryono dalam majalah ORARI Pusat “CQ Nusantara” edisi Januari – Pebruari 1985. Dari penemuan adanya kesalahan itu akhirnya diambil kesimpulan bahwa nilai velocity factor impedance transformer atau transmission lines jenis tubing , air spaced perlu lebih dicermati. Didalam praktek2 lain kemudian ditemukan bahwa sebuah concentric , air spaced , velocity factornya bisa berkisar antara 0.85 s/d 0.975. Masih lebarnya “range” kemungkinan ini , diyakini disebabkan oleh 2 hal utama : 

 
1. Bahan , ukuran & jumlah spacer yang dipakai ( meskipun jumlah & luas spacer umumnya diusahakan seminim mungkin , tetapi tetap akan ada pengaruhnya ).

 
2. Discontinuitas bahan ( baik kerataan / kehalusan permukaan –terutama bagian OD dari tubing- maupun homogenisan campuran materialnya ).

 
Jadi untuk setiap praktek , selalu pastikanlah sendiri berapa nilai velocity factor spesifik dari tubing , concentric , air spaced impedance transformer buatan anda sendiri dengan mengujinya menggunakan dummy load dan SWR meter. Atau cara lain adalah dengan menggunakan nilai tengahnya ( yaitu 0.9125 ) untuk merancang panjang transformer kita , dengan kemungkinan SWR akan ( bisa ) sedikit -1 a 2 point- diatas unity ( 1 : 1 ). 

 
Dalam banyak edisi majalah CQ Nusantara juga bisa ditemukan sejumlah tulisan mengenai saluran transmisi ( maupun swr , balun , antenna dsb ). Diantaranya adalah tulisan2 dari R.A.J. Lumenta ( YB0BY ) yang cukup banyak.

 
Majalah tsb. akhirnya berhenti terbit karena dibreidel oleh rezim pemerintahan diera tsb.
Catatan : Catatan2 ini adalah kumpulan catatan ( ringkasan ) pribadi Djoko Haryono tahun 1975 – 2008.

Djoko Haryono
( Formerly YC2BCG )

Propagasi hari ini