SELAMAT DATANG DI BLOG RADIO TENGKORAK DAN TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN MOHON MAAF APABILA KOMENTAR2 ANDA PADA BLOG INI BELUM DIBALAS KARENA KESIBUKAN RUTINITAS, TAPI AKAN SAYA BALAS SATU PERSATU, MOHON SABAR YA...SALAM TERBAIK

Jumat, 20 Juli 2012

QRP 0.1 MENGGUNAKAN LADDER LINE 365 OHM



Sumber artikel ini saya ambil dari postingannya Om Djoko Haryono di Facebook Group HOME BREW PROJECT ( CB RADIO, ANTENNA, SWR, AUDIO, MICROPHONE, BOOSTER, etc )


Untuk kegiatan QRP , selain diperlukan rancangan antenna yang memiliki effisiensi tinggi & mode telegraphy untuk mendapatkan range terjauh , masalah transmission line juga sangat penting. Para ham & experimenter yg serius seringkali meninggalkan ( tidak menggunakan ) kabel coaxial yang ada dipasaran karena menganggap lossesnya masih sangat tinggi. Mereka terkadang membuat sendiri kabel transmisinya untuk mendapatkan rugi2 yang lebih rendah.

Coax dengan foamed insulator memiliki losses lebih rendah dari coax isolator padat / solid insulator , namun itu masih sering dianggap kurang rendah sehingga sebagian dari QRP’er membuat coaxnya sendiri yang “berisolator” udara. Hanya ada udara diantara penghantar inner & outernya ( kecuali hanya ada spacer pemegang inner pada jarak2 tertentu. 

Sebagai pengganti outer conductor bias dipakai almunium atau copper tube dgn diameter tertentu. Sedang inner menggunakan kawat tembaga dengan diameter yang disesuaikan dgn impedansi karakteristik yg kita inginkan dari coax buatan sendiri itu. Kalau foamed coaxial memiliki pori2 udara menggantikan kepadatan isolator pada solid coax, maka coax dgn isolator udara akan memiliki effisiensi optimal ( pada coax untuk station TV atau pemancar2 berdaya besar , juga hanya ada udara diantara inner & outernya serta sistem pompa vacuum untuk menghilangkan kelembaban pada udara yg ada ). 

Tetapi disini saya tidak akan menceritakan coaxial dgn air insulator tsb. Disini saya hanya akan sedikit menceritakan tentang feeder / kabel  antenna jenis lain yang memiliki effisiensi tinggi ( = low losses ) yang per nah saya buat/pakai sekitar thn 1983 – 1985 yaitu kabel antenna jenis LADDER 365 OHM yang saya buat dengan bahan dasar kabel TV / TV Ribbon Line 300 ohm

( Laporan lengkap / artikelnya yg saya beri judul “435 MC QRP 0.1 “ pernah dimuat pada majalah ORARI Pusat “CQ Nusantara” Edisi 8 / edisi Januari – Pebruari 1985 ). Experiment2 nya saya lakukan berdua dengan seorang “old man” ( senior ) ham 3 jaman A. Tamzil / YB1PP ) di Bandung.

QRP 0.1 tsb ( 0.1 watt = 100 mW Power Output ) kita lakukan dengan menggunakan UHF Handy Talky YAESU FT-708 yang memiliki pilihan low power 100 mW pada Power Selector Switch nya. HT ini khusus diproduksi bagi penggemar QRP sehingga posisi High Powernyapun hanya 1 watt. 

RIBBON LINE BISA KITA MODIFIKASI JADI LADDER LINE.
Untuk kabel antenna kita menggunakan kabel TV pipih ( ribbon line ) 300 ohm sepanjang beberapa belas meter yg kita lubangi ( dengan alat pelubang manual buatan sendiri ) sehingga berubah menjadi ladder li ne. Akibat dari modifikasi tsb kabel pipih berubah menjadi penuh lubang lubang yg teratur rapi , line lossesnya menurun cukup banyak namun muncul efek samping berupa naiknya Characteristic impedancenya men jadi 365 ohm.

Penggunaan ladder line cukup banyak membantu meningkatkan effisi ensi pada QRP namun karena impedansi dari feeder tsb. 365 ohm maka kita perlu menyisipkan impedance transformer ( 1 bh diantara antenna & ladder , dan 1 bh lagi untuk mengembalikan impedansi kembali ke 50 ohm lagi sebelum masuk ke pemancar. Karena saya juga menginginkan low losses impedance transformer , maka pilihan saya jatuh ke membuat linear concentric transformer ¼ lambda yg terbuat dari almunium tube dgn inner diameter sekitar 20 mm dan panjangnya ( kalau tidak salah ingat sekitar 16.8 cm ) saya hitung berdasarkan velocity factor 0.97533.

Demikian dulu VHF ribbon line sering saya gunakan & modifikasi menjadi UHF ladder line untuk mendukung experiment2 QRP saya di era thn 80 an.

Itu terpaksa saya lakukan karena di Indonesia kita akan kesulitan men cari TV ladder line 300 ohm sebab yg ada dipasar Indonesia hanya ribbon line 300 ohm. Selewat masa itu saya memang memiliki sendiri 1 roll ladder line 300 ohm “genuine” / ex. pemberian YB1PP yg sengaja mendatangkannya dari luar negeri.

Sebetulnya sih kalau untuk UHF jarak antar kedua konduktor kiri & kanannya kurang dekat jika kita gunakan kabel TV VHF tapi gimana lagi , saya hanya mampu memodifikasi “air space”nya dan tidak mungkin memodifikasi jaraknya 

APA YANG HARUS DIPERHATIKAN JIKA KITA MENGGUNAKAN PARAL LEL LINE ( BAIK RIBBON ATAUPUN LADDER ) UNTUK PEMANCAR VHF / UHF.
01
Agar kedua konduktor tetap balance disetiap titik , tidak boleh ada 1 sisi yg “terus menerus” berada lebih dekat ke dinding , pagar , kayu , tanah dsb. Posisi keduanya harus saling ditukarkan dengan cara kabel dipelintir beberapa puntiran setiap meternya. 

02
Hindari kabel merambat sepanjang logam ( talang , pagar besi dsb ).

03
Jika kabel harus melewati logam ( pagar dsb ) usahakan ia “menembus” secara tegak lurus bidang logam.

04
Bagian2 spacer yang basah ( misalnya diwaktu hujan ) akan menyebab kan naiknya losses pada kabel.

KETERANGAN TAMBAHAN :
Foto diatas hanya untuk ilustrasi saja ( bukan foto dari ladder line 365 ohn yg pernah saya buat ataupun TV ladder line 300 ohm ) , hanya untuk menunjukkan BENTUK KIRA2 nya saja. Yang ada pada foto ini lebih besar dan dipakai untuk penggunaan pada spectrum HF , sedang pada ladder yg saya buat , selain pitanya lebih kecil , bagian spacernya juga lebih tipis dan bagian “jendela udara” nya memiliki porsi yg lebih besar dibanding spacernya.

Saya salut ( ikut angkat topi ) bagi teman2 yg sudah maupun yg baru memulai mencintai QRP. Tapi perlu siap mental juga.Di Indonesia pemakai power kecil masih sering dilecehkan ( dicibir ) & masih banyak orang yg tambah bangga kalau pakai booster dan power2 besar. Itu karena QRP disini belum sepopuler di negara2 maju.

Di negara2 maju justru diantara penggiat QRP itu banyak sekali para profesionalnya dr bidang radio yg sudahmulai bosan dgn power gede dan TERTANTANG DGN BERBAGAI KESULITAN YG AKAN LEBIH BANYAK DIHADAPINYA DIDUNIA VERY LOW POWER.

Juara2 dunia QRP ratingnya sdh berada dikelas "Belasan ribu km / watt" , bahkan mungkin sdh ada yg diatas 20.000 km/watt ( bukan berarti ia sudah berhasil kontak sejauh 20.000 km dengan 1 watt tetapi kalau dgn 250 mW seseorang berhasil kontak 5000 km , itu disebut sebagai prestasi 20.000 km/watt ).

Dan menurut saya, mendalami QRP itu sama dengan sudah berada pada pintu masuk untuk mulai memahami jenis2 komunikasi radio yang sulit & penuh tantangan seperti Ground to Space communication , EME / Earth Moon Earth alias Moonbounce dsb.

Mendalamii QRP juga seharusnya tidak hanya mendalami masalah effisiensi saja , melainkan juga ( akan optimal bila dibarengi dengan ) mendalami Operating Procedures yg baik dan benar. Penguasaannya akan makin memperkuat kemungkinan keberhasilan QRP kita.

INVERTED VEE ANTENNA




Sumber artikel ini saya ambil dari postingannya Om Djoko Haryono di Facebook Group HOME BREW PROJECT ( CB RADIO, ANTENNA, SWR, AUDIO, MICROPHONE, BOOSTER, etc )


01
Antenna V terbalik ( Inverted Vee ) adalah antenna sejenis dipole yang sering dipakai sebagai pengganti bila pemilik radio tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk membentangkan dipole. Kedua ujung antenna dipasang / ditarik kearah ( mendekati ) tanah , sedang bagian tengah antenna ( feed point ) diangkat tinggi dengan menggunakan tiang.

02
Sudut antara kedua kaki / sisi radiator harus antara 90 s/d 120 derajat ( minimal 90 derajat ). Pada sudut ini besarnya impedansi pada feed point maupun panjang yang dibutuhkan bagi bagian ¼ lambdanya akan kurang lebih sama dengan dipole.

03
Pada sebagian besar kasus , panjang dari bagian2 tsb. umumnya akan menjadi ( ketemu ) sebesar 1 sampai 6 % lebih panjang daripada dipole. Berapa panjang  yang paling memberikan hasil optimum ( diantara 1 s/d 6 % tersebut ) , sebaiknya di trim / pruning menggunakan SWR meter.

04
Gain dari antenna Inverted Vee lebih rendah daripada dipole karena antenna jenis ini kurang directive dibanding dipole , namun ada keuntungan “pengganti” lainnya yang kita dapat dari Inverted Vee yaitu arah sudut pancaran ( angle of radiation ) nya yang lebih rendah juga dibanding dipole. Ini memberikan keuntungan lain yaitu antenna ini lebih cocok untuk komunikasi DX jika dibandingkan dengan dipole karena komunikasi jarak jauh pada HF lebih membutuhkan sudut pancaran yang rendah.

05
Inverted Vee lebih popular pada pemakaian di band2 yang lebih rendah ( contoh : antara band 80 sampai band 20 meter ) khususnya bagi mereka yang lahannya terbatas. Bagian Apex ( puncak atau center antenna ) sebaiknya disangga dengan menggunakan tiang bambu , atau bisa juga menggunakan tiang kayu yang tidak terlalu panjang tetapi dipasang diatas tengah2 genting rumah.

06
Rumus panjang total dari radiator atau element antenna ( sisi “kiri” plus “kanan” ) bisa dihitung dengan L ( meter ) = 151,198 : Freq ( MHz ) , atau dalam feet L = 496,08 : Freq ( MHz ). Atau tiap sisi antenna , dalam feet panjangnya adalah 248,04 ( alias sekitar 1.06 X lebih panjang dari dipole ) : Freq ( MHz ).

Djoko Haryono.

ANTENNA DIPOLE ½ LAMBDA



Sumber artikel ini saya ambil dari postingannya Om Djoko Haryono di Facebook Group HOME BREW PROJECT ( CB RADIO, ANTENNA, SWR, AUDIO, MICROPHONE, BOOSTER, etc )


Tempohari ( sudah agak lama ) saya pernah baca comment salah seorang teman yang ragu untuk membuat antenna dipole karena nggak tahu cara menghitungnya. Senyampang / mumpung saya lagi ada waktu , ini saya tuliskan sedikit ringkasan tentang antenna dipole untuk HF :

01
Dipole ½ lambda termasuk “basic” antenna yg tetap popular sepanjang masa karena sangat mudah dibuat ( tidak rumit ) dan pada kondisi2 tertentu sering bisa untuk dipakai melakukan komunikasi DX di HF ( Bagi experimenter serius kadang merubah sifat bidirectional dipolenya menjadi antenna beam dengan menambahkan reflector dan bahkan juga director tapi tentu saja penempatan tiang2 tambahannya membutuhkan lahan terbuka yg lebih luas ).

02
Dasar dari antenna ini adalah mendapatkan catu ditengah / center fed dan setiap leg panjangnya ¼ lambda. Pengukuran panjang yang tepat sangatlah penting agar kita mendapatkan performance puncaknya.

03
Tegangan minimum ada dititik catu dan tegangan max, ada diujung terluar. Arus max. ada dititik catu dan arus min. diujung dipole.

04.
Kedua posisi Tegangan dan arus itu menghasilkan posisi Impedansi minimum ( terendah ) nya berada di center fed dan diujung terluar dipole terletak Impedansi tertingginya ). Artinya dengan menggeser sedikit demi sedikit feedpoint kearah luar kita akan mendapatkan peningkatan impedansi meninggi secara bertahap.

05
Berapakah impedansi dari antenna dipole ? Kalau kita tanyakan kepada 100 orang ham yang rajin mengamati karakteristik antenna , mungkin 98 orang diantaranya akan menjawab bahwa impedansi dipole ada diantara 70 sampai 75 ohm.
NAMUN KEADAAN SEBENARNYA ADALAH : MEMANG , IMPEDANSI ANTENNA DIPOLE ADALAH 72 OHM TETAPI “NILAI PASTI” 72 OHM ITU HANYA KITA DAPAT PADA KONDISI FREE SPACE , ALIAS ANTENNA DIPOLE DIBENTANGKAN PADA KETINGGIAN YANG CUKUP TINGGI , JAUH DARI CONDUCTING OBJECT DAN DARI PERMUKAAN TANAH.

06
Pada dipole yang jaraknya cukup dekat/rendah dengan tanah , NILAI IMPEDANSINYA BISA SANGAT BERVARIASI !! YAITU ANTARA 40 S/D 130 OHM !! ( Bagi yg tertarik mendalami impedansi , hal ini dijelaskan dengan sangat detil dalam Buku “Impedance” tulisan Rufus Turner / TAB Book No, 829 , khususnya disekitar halaman 58 ).

Untuk antenna jenis FOLDED DIPOLE meski panjangnya juga ½ lambda , impedansi nominalnya adalah 300 ohm.

07
Sebuah dipole ( tergantung pd panjangnya ) KADANG bisa bekerja pada lebih dari 1 band. Sebagai contoh : Dipole ½ lambda yg didesign untuk band 40 meter akan bekerja dengan baik pula jika dioperasikan untuk 15 meter band ( meski perlu diperhitungkan pula bahwa pattern pancaran yg dihasilkannya saling berbeda karena pada 15 meter band dipole tsb bukan bekerja sebagai dipole ½ lambda melainkan menjadi dipole 3/2 lambda ).

08
Untuk isolator tengah ( feed point ) tidak terlalu memerlukan sifat ketahanan tegangan tinggi ( karena disana bekerja minimum voltage ). Isolator kaca yg murah ataupun isolator listrik yg berbentuk telor ( egg insulator ) bisa digunakan ditengah , bahkan dalam kondisi darurat , potongan plastic gagang sikat gigipun –asal kuat tidak mudah patah- atau potongan pipa paralon , sudah bisa dipakai. Namun untuk ujung2 luar dipole sebaiknya digunakan isolator yg berkualitas karena disana bekerna max, voltage dari gelombang.

09
Untuk radiator atau bahan element antenna , jika diperlukan kekuatan fisik ( kekuatan tarik serta tidak mudah putus jika terus ber-goyang2 diwilayah yg banyak angin kencangnya ) maka bahan yang kuat adalah copper-clad atau steel-wire tapi jenis penghantar semacam ini lebh mahal.

Maka pilihan berikutnya yang baik adalah menggunakan stranded copper-wire. Ukuran yang pas adalah kabel ukuran / standard no. 14. Ukuran ini merupakan ukuran paling kompromistis yg mampu menjembatani kebutuhan diameter besar ( untuk mendapatkan lebar bandwidth kerja yg cukup ) dengan kebutuhan diameter skecil mungkin agar berat fisiknya ringan. Ukuran ini menjadi tidak kurang besar tetapi juga tidak terlalu kecil. Contoh ( jika dipakai misalnya untuk band 80 meter ) ukuran yang terlalu kecil bagi dipole yg panjangnya sampai sekitar 40 meter akan mudah putus sendiri oleh beratnya sendiri atau jika ditempatkan diwilayah yg sangat ber-angin. Namun untuk band 11 meter kekuatan fisiknya tidak sekritis antenna 80 meter.

10
( kawat/penghantar pejal ) / Solid copper lebih sering mengalami fatique & putus. Inilah sebabnya mengapa kabel standed ( serabut ) lebih disarankan. 

11
BERAPA PANJANG ANTENNA DIPOLE ?
Untuk pemasangan yang cukup tinggi / free space ( tidak terlalu rendah ) bisa dipakai rumus panjang antenna L ( dalam meter ) = 149,9616 : Freq ( MHz ) atau dalam feet = 492 : Freq ( MHz ).

Tentu saja panjang potongan untuk tiap sisi ( leg ) adalah separo dari hasil ukuran diatas. Perhitungkan bhw ukuran antenna adalah diukur dai ujung ke ujung , artinya jika diujung antenna , ukuran hasil perhitungan diatas anda tekuk kembali mengelilingi isolator lalu saling disolderkan kembali ke titik lain penghantar yg sama , tentulah tanpa anda sadari anda sudah “memendekkan” sendiri hasil hitungan anda.
Pada freq. yang semakin tinggi , pengurangan semacam ini semakin lebih terasa pengaruhnya.

Jika antenna anda kurang tinggi ( terlalu dekat ketanah ) maka rumus diatas perlu dimodifikasi. Maka gunakanlah rumus panjang antenna L ( dalam meter ) = 142,646 : Freq ( MHz ) atau dalam feet = 468 : Freq ( MHz ).

12
Selamat mencoba. Salam,
Djoko Haryono.

SATELIT LAPAN – ORARI SEGERA DILUNCURKAN



Sumber artikel ini saya ambil dari postingannya Om Djoko Haryono di Facebook Group HOME BREW PROJECT ( CB RADIO, ANTENNA, SWR, AUDIO, MICROPHONE, BOOSTER, etc )


Jika tidak ada perubahan jadwal lagi , satelit LAPAN – ORARI akan diluncurkan dalam 1 – 2 bulan kedepan. Ini kesempatan besar bagi para experimenter & peneliti Indonesia untuk memanfaatkannya , bahkan kesempatan besar bagi para pelajar & mahasiswa untuk mengejar ketertinggalan kita dibidang iptek ruang angkasa.

Selama ini ada persepsi & pemahaman yang salah , yang menduga bahwa komunikasi radio ruang angkasa ( khususnya dari/ke darat/ruang angkasa ) adalah pengetahuan yang sangat rumit , sehingga kalau kita membicarakan bidang ini , seringkali pihak lain akan acuh tak acuh , sinis , apriori atau bahkan menganggapnya sebagai “berbicara terlalu muluk”. Sebagian lagi ( akan ) sama sekali tidak tertarik. Sebagian lainnya lagi mungkin ada yang “belum2 sudah merasa tidak akan mampu atau belum waktunya mengenal / mempelajari itu” dsb.

Persepsi salah itu muncul terutama karena lokasi lawan kita berkomunikasi itu ( dalam hal ini satelit atau wahana ruang angkasa lainnya seperti space shuttle ) berada dilokasi yg diluar jangkauan “langkah” kita , nyaris tidak mungkin kita datangi karena demikian tinngi & jauhnya. Kita sulit / tidak pernah mengadakan gathering , eye ball atau saling mengunjungi dengan mereka. Hal itu menambah rasa asing & keterasingan kita.

Padahal sebenarnya tidaklah demikian. Melakukan komunikasi radio melalui ( atau dengan ) satelit dan atau awak pesawat ruang angkasa , secara teori TIDAKLAH LEBIH SULIT DARI MENLAKUKAN KOMUNIKASI DARAT KE DARAT, BAHKAN SEHARUSNYA & SEBENARNYA MELAKUKAN KOMUNIKASI DARAT – RUANG ANGKASA ITU LEBIH MUDAH DARIPADA MELAKUKAN KOMUNIKASI DARAT KE DARAT. 

Mengapa demikian ? Karena ketika melakukan komunikasi ruang angkasa kita berhadapan dengan ruang terbuka , tanpa adanya obstacles atau hambatan pepohonan, gedung2 , gunung2 , batas horizon dsb yang berada dan menghadang dilangit sana. Melakukan kontak radio antar titik didarat memiliki hambatan yg jauh lebih banyak.
Melakukan spce communcation memberikan kemudahan tersendiri dan peluang yang ( sebenarnya ) lebih besar untuk berhasil.
Lantas dimanakah letak masalahnya sehingga space communication mudah kita persepsikan sebagai “akan luar biasa sulit” ?

Ada beberapa masalah tetapi yang paling utama ada 2 hal :

01
Masalah utamanya adalah melakukan komunikasi satelit memiliki “jendela waktu” atau batasan2 waktu ( tidak bisa kita lakukan kapanpun sepanjang waktu & setiap hari seperti komunikasi lainnya). 

02
Hal kedua adalah “Kesulitan dalam menentukan arah antenna kita”. Kalau pada komunikasi darat ( misalnya dari Jakarta ) kita mengarahkan antenna ke Semarang adalah sangat mudah karena dimana letak kota Semarang sudahlah pasti. Tetapi lain dengan satelit ( kearah mana beam antenna kita harus kita arahkan ). Ketika sebuah satelit muncul di cakrawala – kita sebut saja sebagai jendela ( kesempatan untuk ) komunikasi mulai terbuka- kita tidak tahu satelit itu ada dimana. Dia bisa muncul dan berada diufuk Barat , atau di Timur , Utara atau Selatan.
Kalau kita “salah duga” dan antenna kita arahkan ke Tenggara , padahal satelit sedang muncul dari Barat laut , ya tentu saja kita akan gagal menerima signalnya ( yg berarti pasti akan gagal mengadakan komunikasi )

Demikian juga dengan masalah untuk mengetahui “Kapan ( tanggal berapa ) dan “dari jam berapa sampai jam berapa” wahana itu akan lewat diatas kita ( dengan tetap tidak terlihat mata ) maka kalau kita salah menghitung , kitapun akan gagal.

Jadi itulah persepsi keliru selama ini yang perlu kita luruskan. Secara propagasi / ilmu radio “Line Of Sight” sebenarnya melakukan kontak radio dengan wahana ruang angkasa adalah jauh lebih mudah karena besar/terbukanya LOS tersebut , sehingga sebetulnya –dan ini yang perlu kita sadari- letak problem utamanya ( bagi mereka yang masih asing ) sebetulnya adalah LEBIH PADA PERLUNYA MENGENAL CARA MENGHITUNG ATAU MENGETAHUI ( selain tentu saja keharusan mengetahui freq. uplink / downlink / Doppler / mode nya ) KAPAN DAN KEARAH MANA ANTENNA KITA HARUS KITA ARAHKAN.

Begitu pengetahuan ini sudah anda kuasai , maka sebenarnyalah kans untuk bisa berhasil mengadakan komunikasi darat – ruang angkasa sangatlah terbuka lebar ( catatan : satu dua kali pernah mengalami kegagalan adalah hal yang biasa ).

Jadi bagi teman2 semua ( terutama yang muda2 ) , siapkan dirimu untuk mulai memasuki “teknologi / era ruang angkasa” itu. Pemerintah sudah menyediakan sarananya ( satelit LAPAN – ORARI. Mulailah mempelajari masalah2 Orbit Data & Keplerian dan mulai belajar untuk hunting ( melakukan tracking ).

Saya sendiri mungkin sudah kurang aktif lagi , namun untuk IKUT MENDUKUNG KELAHIRAN / LAUNCHING SATELIT AMATIR KITA SENDIRI LAPAN – ORARI SATELLITE ITU , saya mencoba memberikan 2 saran yg murni berasal dari naluri ( atau corat coret ) saya sendiri , yaitu 
01 LOKASI
Bagi para experimenter yang kebetulan tinggal satu propinsi dengan saya ( Jatim ) , saya sodorkan / berikan / TUNJUKKAN salah satu LOKASI TERBAIK UNTUK BELAJAR MELAKUKAN TRACKING. Karena namanya belajar , sebaiknya jangan mulai dgn “yang banyak kesulitannya”. Pilihkan lokasi yg TERKECIL TINGKAT INTERFERENSINYA ( karena Indonesia memiliki lingkungan udara yg “terkotor” dengan jumlah gangguan , ketidak tertiban serta stasiun illegal yg luar biasa banyaknya ).

Untuk belajar tracking, saya rekomendasikan untuk melakukannya dari “lokasi yang tersembunyi didalam cekungan” , yaitu di kaldera kawah pegunungan Tengger , disekitar gunung Bromo. Jangan mencari tempat2 tinggi dibibir atau pucak kaldera ( seperti di Penanjakan atau sisi bibir lainnya , tetapi masuklah kedalam cekungannya !! )

Tetapi ingat bhw didalam kaldera itu anda akan punya LOS yg sangat terbuka ke lokasi puncak Penanjakan yg dipenuhi gardu2 / panel / station berbagai repeater.

Maka didalam kalderapun saya masih merekomendasikan anda untuk “bersembunyi” dan menghilangkan diri dari LOS tersebut. Jauhi kemung kinan interferensi kuat dari repeater2 tsb. Bagaimana caranya ?

Plotingkan 2 kordinat ke peta anda yaitu.

Point A 07/57.642S 112/58.647E
Point B 07/58.409S 112/58.110E
Point C 07/58.766S 112/56.976E

Kemudian hubungkan ke 3 kordinat tsb dengan garis.

Di lapangan carilah ( pilih sendiri ) lokasi disekitar garis bertekuk tersebut. Itulah lokasi tracking terbaik bagi anda ( sekalian camping di savanna arah ke Jemplang tsb ).
02 TILTED TURNSTILE
Organisasi pemilik / pengelola suatu satelit amatir seringkali memberikan rekomendasi tentang “antenna jenis apa yang tepat bagi jenis rbit satelit mereka” kepada public pengguna.

Diluar saran itu , saya ( paling tidak , sampai saat ini ) saya yakin bahwa antenna TURNSTILE YANG DILENGKAPI SCREEN REFLECTOR akan cocok / bisa dipakai untuk berburu satelit LAPAN – ORARI nanti jika sudah diluncurkan.

Pada foto diatas saya berikan contoh dari antenna Turnsile TAPI DISINI BELUM DILENGKAPI DENGAN SCREEN REFLECTOR , jadi harus ditambahi sendiri ( ada banyak referensinya d Internet ). Ukuran2 nya tentu saja harus menunggu & disesuaikan dengan freq. satelit LAPAN – ORARI.

Ini hanya salah satu konfigurasi saja dari antenna Turnstile. Matching linenya TIDAK HARUS SEPERTI YG ADA DIGAMBAR. Ada beberapa pilihan konfigurasi , bahkan ada jenis yang lebih sederhana dengan cukup menggunakan U – Balun.

Dan rekomendasi yang berikut ini MURNI VERSI SAYA ( saya belum pernah melihat orang lain membuatnya ). Idenya adalah memodifikasi Screen Reflector –yang aslinya ukurannya cukup mengganggu kalau dibawa / dimuat ke mobil- menjadi screen reflector YANG BISA DILIPAT ( versi itu dulu saya buat –puluhan thn yg. lalu- untuk hunting space shuttle Columbia dgn Astronoutnya Owen K. Garriot yg amateur radio / W5LFL ).

Idenya adalah tidak membuat reflector menjadi 1 frame besar , melainkan “memecahnya” menjadi 3 kerangka ( kerangka yg ditengah lebarnya paling kecil , maksimum 20 cm saja ) , lalu saya hubungkan dengan ke 2 kerangka kisi2 reflector lainnya dengan memasangkan ENGSEL PINTU diantaranya.

Hasilnya ? Bagian cross dipolenya bisa kita lepas untuk transportasi , lalu frame reflectornya kita lipat , maka antenna turnstile tsb lengkap dgn reflectornya misa lebih mudah untuk kita angkut pakai mobil. Mudah untuk di pindah pindahkan. Kalau akan dipakai, reflectornya tinggal dibuka & dikunci
.

Propagasi hari ini